Berita Terkini
5 Juni 2013 y.
Foster Gultom, Astana | Opini | Sat, 01 Juni 2013, 12:41 PM
Dua puluh tahun lalu, tepatnya 2 Juni 1993, Indonesia dan Kazakhstan mulai membuka hubungan diplomatik. Pembukaan hubungan diplomatik secara resmi antara Indonesia dan Kazakhstan tersebut merupakan titik awal hubungan kerja sama kedua negara, setelah sebelumnya Indonesia memberikan pengakuannya bagi proklamasi kemerdekaan negara Republik Kazakhstan, tanggal 16 Desember 1991. Indonesia dan Kazakhstan memiliki banyak kesamaan. Kedua negara dianugerahi sumber daya alam melimpah, yang membuat keduanya dapat memperoleh pendapatan negara yang signifikan. Mayoritas penduduk kedua negara memeluk agama Islam, dengan keanekaragaman budaya yang melimpah dan dapat hidup berdampingan secara harmonis, serta sama-sama memiliki komitmen di bidang penegakan hak asasi manusia, supremasi hukum dan demokrasi. Yang membedakan kedua negara terutama adalah jumlah penduduk, dimana total populasi Kazakhstan hanya 7 persen dari total populasi Indonesia, yang berjumlah 245 juta orang. Telah banyak upaya dilakukan dalam rangka untuk memperoleh keuntungan bagi masing-masing negara. Namun demikian, masih terdapat banyak hal yang dapat dilakukan untuk semakin meningkatkan hubungan bilateral Indonesia-Kazakhstan. Dalam waktu 5 tahun sejak pembukaan hubungan diplomatik, kedua kepala negara Indonesia dan Kazakhstan telah saling melakukan kunjungan kenegaraan. Presiden Soeharto melakukan kunjungan kenegaraan ke Almaty pada April 1995, yang kemudian diikuti dengan kunjungan balasan Presiden Nursultan Nazarbayev ke Jakarta, tiga bulan berikutnya. Kedua kunjungan kenegaraan dimaksud telah menghasilkan sebuah perjanjian kerja sama di bidang ekonomi dan teknis, kerja sama di bidang perbankan, kerja sama di bidang kesehatan dan kerja sama antara komisi dagang dan industri kedua negara. Sayangnya, kesepakatan tersebut dan komitmen di tingkat nasional dan di kalangan sektor swasta tidak terwujud, karena lambatnya proses implementasi. Sebagai contoh, pembentukan suatu komisi antar-pemerintah sebagaimana dimandatkan dalam “Agreement on the Economic and Technical Cooperation” masih tertunda. Hal tersebut terjadi karena krisis ekonomi dan krisis multi-dimensi di tahun 1997-1998 yang melanda Indonesia, sebagai dampak krisis moneter Asia. Indonesia memerlukan program penyesuaian struktural dari IMF selama dua periode, yang memakan waktu hampir enam tahun, untuk kembali pada kondisi perekonomian sebelum terjadinya krisis. Sebagai akibatnya, terdapat penundaan beberapa aktivitas internasional pemerintah Indonesia, terutama aktivitas kerja sama di bidang ekonomi dan sosial, untuk sementara waktu. Kunjungan Hassan Wirajuda, Menteri Luar Negeri RI saat itu, ke Astana untuk bertemu dengan mitra kerjanya, Marat Tazhin, pada 14 Mei 2008 merupakan tonggak bersejarah selanjutnya dalam hubungan bilateral Indonesia-Kazakhstan. Tidak lama setelahnya, pemerintah Indonesia kemudian membuka kantor perwakilannya di Astana pada 29 Desember 2010, yang diikuti dengan pembukaan kantor Kedutaan Besar Republik Kazakhstan di Jakarta, dalam rangkaian kunjungan kenegaraan Presiden Nazarbayev pada 13 April 2012. Sejak saat itu, pejabat tingkat tinggi dari kedua negara telah beberapa kali melakukan saling kunjung, baik untuk menghadiri suatu konferensi internasional maupun pertemuan-pertemuan bilateral. Kunjungan-kunjungan tersebut termasuk kunjungan kenegaraan Presiden Kazakhstan ke Jakarta, 12-14 April 2012, dan kunjungan Wakil Presiden RI ke Astana dalam rangka menghadiri “World Islamic Economi Forum” yang ke-7, serta kunjungan Menteri Luar Negeri RI, Marty Natalegawa ke Astana pada 28 Juni 2011 untuk menghadiri “the 38th Session of the Council of Foreign Ministers of the Organization of Islamic Cooperation”, dimana Kazakhstan menjadi tuan rumah. Kunjungan Presiden Nazarbayev ke Jakarta pada April 2012 merupakan peristiwa penting terbaru dalam hubungan bilateral Indonesia-Kazakhstan. Pertemuan bilateral antara Presiden Nazarbayev dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 13 April menghasilkan beberapa kesepakatan, antara lain perjanjian bebas visa bagi pemegang paspor diplomatik dan paspor dinas dari kedua negara, yang telah berlaku efektif sejak 26 Januari 2013; dan komitmen untuk meningkatkan volume perdagangan bilateral hingga lima kali dari volume perdagangan saat ini. Kedua pemimpin negara juga mendorong perusahaan-perusahaan Indonesia dan Kazakh untuk semakin mengintensifkan kerja sama, termasuk pembentukan perusahaan saham gabungan atau usaha patungan, baik di Kazakhstan maupun Indonesia, di sektor-sektor bisnis yang telah disepakati kedua belah pihak. Dalam hal ini jelas terlihat bahwa interaksi dan hubungan antara Indonesia dan Kazakhstan telah meningkat dalam waktu lima tahun terakhir, setelah selang cukup lama. Selain itu terdapat juga tren positif volume perdagangan antara Indonesia dan Kazakhstan sejak 2008 hingga 2012, dengan kenaikan sebesar 16,80 persen. Sementara itu, di tahun 2012 telah terjadi kenaikan volume perdagangan lebih dari 90 persen dari tahun sebelumnya. Spektrum kerja sama juga meluas ke hubungan antar-parlemen, yang semakin meningkatkan hubungan baik yang telah terjalin antar-pemerintah dan antar kalangan pebisnis kedua negara. Saat ini dan di masa mendatang, tidak kalah pentingnya untuk mendorong aspek hubungan people-to-people. Tren kunjungan wisatawan dari Indonesia ke Kazakhstan, dan sebaliknya, menunjukkan minat positif masyarakat dari masing-masing negara untuk lebih saling mengenal satu sama lain. Hal tersebut nantinya akan menciptakan saling pengertian dan saling menghormati sejarah, kebudayaan dan peradaban, serta keindahan dan kondisi alam dari masing-masing negara. Pelajar-pelajar dan akademisi Kazakh telah berpartisipasi dalam beberapa program beasiswa dan program seni budaya yang ditawarkan oleh pemerintah Indonesia, untuk semakin mendekatkan interaksi kedua negara, terutama di tingkatan “grass roots”. Kesemuanya ini telah disepakati oleh pemimpin kedua negara dan tindak lanjut dari kesepakatan dimaksud kini berada di tangan lembaga-lembaga pemerintah, sektor swasta dan para pemangku kepentingan lain dari kedua negara, sehingga hasilnya nanti akan dapat dinikmati oleh masyarakat Kazakhstan dan Indonesia. Dengan demikian, mudah-mudahan mimpi ini akan menjadi kenyataan. Penulis adalah Duta Besar Indonesia untuk Kazakhstan dan Tajikistan. Sumber : Jakarta Post, 01 Juni 2013 |
Последние новости